Hipertensi merupakan faktor risiko stroke paling utama dan konsisten, sedangkan stroke sendiri adalah salah satu pemicu kematian yang utama di seluruh dunia. Semua itu bisa dicegah hanya dengan menerapkan prinsip 5 awal. Seperti apa?
Bukti ilmiah menunjukkan bahwa pengendalian hipertensi yang optimal akan menurunkan risiko kejadian stroke. Permasalahan yang muncul adalah tidak dikenalinya hipertensi sejak dini.
Hal ini terjadi karena hipertensi tidak memberikan gejala dan tanda yang khas. Pasien seringkali datang berobat ketika komplikasi telah muncul seperti gagal ginjal, stroke, atau gagal jantung.
Kepedulian untuk memerangi hipertensi sebagai faktor risiko stroke yang utama dapat diwujudkan dengan "5 awal" yang baik.
1. Awal dideteksi
Hipertensi dapat dideteksi dengan mudah dengan alat pengukur tekanan darah yang disebut tensimeter. Tensimeter tersedia dibanyak tempat, mulai dari puskesmas sampai dengan RS.
Ajukan pertanyaan ini kepada diri anda sendiri dan orang-orang di sekitar anda "tahukah tekanan darah Anda bulan ini?" Bila belum mungkin anda kurang peduli dengan hipertensi.
2. Awal diagnosisnya
Diagnosis hipertensi ditegakkan dengan melakukan pengukuran tekanan darah dengan cara yang sesuai 2 kali atau lebih di 2 kesempatan yang berbeda. Bila tekanan darah konsisten di atas 140/ 90 mmHg, maka seseorang dinyatakan menderita hipertensi.
Faktor risiko yang lain harus pula dicari secara sistematik. Risiko serangan jantung dan stroke akan meningkat berlipat ganda bila seseorang yang memiliki hipertensi juga menderita diabetes, dislipidemia (kadar lemak darah yang tinggi), dan merokok.
3. Awal diberi terapi
Begitu diagnosis hipertensi ditegakkan, maka langkah berikutnya adalah memberikan terapi yang tepat. Terapi hipertensi dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu perubahan pola hidup dan terapi obat anti hipertensi.
Perubahan pola hidup harus disarankan pada semua pasien hipertensi, yang meliputi mengurangi konsumsi garam, olahraga teratur, berhenti merokok, turunkan berat badan berlebih, dan menghindari stres. Pasien yang meminum obat anti hipertensi tetap harus mengikuti perubahan pola hidup yang dianjurkan.
Kepatuhan akan terapi harus dijelaskan secara mendetail pada pasien. Demikian pula pemantauan hasil terapi. Kunjungan berkala untuk memonitor hasil terapi sangat diperlukan.
4. Awal dipantau hasil terapi
Segera setelah terapi dimulai, maka pasien hipertensi harus dipantau secara berkala mengenai hasil terapi. Pertanyaan yang mendasar, "apakah target tekanan darah pasien telah tercapai ?"
Target tekanan darah yang dianjurkan adalah 130/80 mmHg atau di bawahnya. Pada pasien dengan kondisi diabetes dan gagal ginjal, maka target tekanan darah tersebut harus lebih rendah. Bila target tidak tercapai dengan perubahan pola hidup, maka terapi dengan obat anti hipertensi harus segera dimulai.
Studi memperlihatkan bahwa hanya 50 persen pasien hipertensi yang berobat, dan di antara yang berobat hanya 50 persen yang berhasil mencapai tekanan darah yang diinginkan. Penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 30 persen pasien hipertensi bahkan memerlukan lebih dari 1 macam obat anti hipertensi untuk mencapai target tekanan darah yang diinginkan.
5. Awal dicari komplikasinya
Deteksi dini komplikasi dapat dilakukan dengan USG doppler untuk melihat penebalan dan pengerasan pembuluh darah karotis di leher, atau dengan memeriksaa albumin di urine yang menandakan kebocoran ginjal.
Rontgen dada atau EKG dapat dilakuakn untuk melihat pembesaran jantung. Pengerasan dan penebalan dinding pembuluh darah di otak dapat dinilai dengan TCD (
Trans Cranial Doppler).
Sumber
SHARE THIS POST:
0 comments:
Post a Comment